Di balik setiap karya seni, selalu ada kisah tentang tangan-tangan yang bekerja dengan cinta dan hati yang tak lelah menjaga warisan budaya. Begitu pula dengan kisah Sandi Kristian, seniman asal Solo yang menjadikan tanah liat bukan sekadar bahan, melainkan bahasa untuk berbicara tentang identitas, ketekunan, dan cinta pada budaya Indonesia.
Awal Perjalanan Seorang Seniman
Lahir dan besar di kota budaya, Solo, Sandi tumbuh dengan kepekaan terhadap seni tradisi. Ketertarikannya pada seni gerabah dan keramik membawanya menempuh pendidikan tinggi di Universitas Sebelas Maret (UNS), hingga meraih gelar Magister Seni Rupa dengan spesialisasi Seni Keramik.
Namun bagi Sandi, belajar di ruang kelas saja tak cukup. Ia turun langsung ke lapangan—menyusuri desa-desa sentra gerabah seperti Bentangan dan Bayat di Klaten, serta Kasongan di Yogyakarta. Dari para perajin desa itu, ia belajar bukan hanya tentang teknik, tetapi juga tentang filosofi hidup: kesabaran, ketelitian, dan penghormatan terhadap alam.
“Dari tanah, kita berasal. Dan dari tanah pula, kita bisa menciptakan keindahan,” begitu kira-kira semangat yang ia bawa dalam setiap karyanya.
Menemukan Makna di Balik Tanah Liat
Dari pengalamannya berinteraksi dengan para pengrajin tradisional, Sandi menyadari bahwa kekuatan budaya Indonesia justru terletak pada kesederhanaannya—terwujud dalam bentuk seni gerabah atau terakota, bukan hanya keramik modern yang berkilau.
Gerabah, baginya, adalah simbol kehangatan dan kedekatan manusia dengan bumi. Setiap goresan, setiap bentuk yang tercipta dari tangan, memiliki jiwa. Dan dari sanalah lahir sebuah gagasan besar: Potstory Studio.
Lahirnya Potstory Studio
Berlokasi di Perum Graha Cendana 1 No. B8, Sawahan Ngemplak, Boyolali, Potstory Studio menjadi ruang di mana tradisi dan inovasi bersatu. Di sini, Sandi tidak hanya menciptakan karya seni, tetapi juga menghadirkan ruang edukasi bagi siapa saja yang ingin belajar tentang gerabah.
Potstory memproduksi berbagai karya—mulai dari vas bunga, peralatan dekoratif rumah, hingga benda-benda fungsional—semuanya dibuat dari tanah liat lokal berkualitas tinggi yang dipilih dengan cermat. Setiap produk bukan hanya benda, tetapi cerita: tentang tangan yang bekerja dengan cinta dan tekad untuk menjaga warisan nenek moyang.
Mendidik dan Menginspirasi Lewat Gerabah
Sandi percaya bahwa seni tidak boleh berhenti di tangan seniman saja. Ia harus mengalir ke masyarakat. Karena itu, ia rutin mengadakan workshop seni gerabah, baik secara mandiri maupun melalui kerja sama dengan berbagai lembaga, seperti Dharma Wanita Pertamina.
“Saya ingin masyarakat mengenal lebih dekat seni gerabah, karena selama ini ia sering luput dari perhatian,” ujar Sandi dalam sebuah wawancara.
Lewat kegiatan ini, ia tidak hanya mengajarkan teknik membentuk tanah liat, tetapi juga menanamkan rasa bangga terhadap karya lokal.
Desain, Kemasan, dan Daya Saing
Sandi paham bahwa agar seni tradisional bisa bertahan di era modern, ia harus beradaptasi. Salah satu perhatiannya tertuju pada desain dan pengemasan produk.
“Produk perajin lokal sebenarnya sangat bagus, hanya saja sering kalah bersaing karena tampilannya belum menarik,” ujarnya. “Padahal, cukup diberi sentuhan desain dan kemasan kreatif, produk lokal bisa bersaing di pasar yang lebih luas.”
Pendekatan inilah yang membuat Potstory berbeda—menggabungkan nilai tradisi dengan sentuhan modernitas.
Menjaga Kualitas dari Tanah Nusantara
Indonesia, kata Sandi, dikaruniai beragam jenis tanah liat yang masing-masing memiliki karakter unik.
“Tanah berwarna gelap cocok untuk gerabah, sedangkan tanah yang lebih cerah bisa diolah menjadi keramik jika dipadukan dengan bahan seperti kaolin dan vespak,” jelasnya.
Pemahaman mendalam tentang bahan baku inilah yang menjadi kekuatan utama Potstory—menjaga kualitas di tengah tantangan harga bahan yang fluktuatif, tanpa kehilangan jati diri.
Dari Boyolali untuk Nusantara
Kini, produk-produk Potstory telah dikenal lebih luas. Berkat pemasaran digital dan marketplace, karya-karya Sandi dapat dinikmati masyarakat dari berbagai daerah. Dengan harga yang terjangkau namun kualitas premium, Potstory menjadi pilihan bagi para pecinta dekorasi rumah yang ingin memadukan seni dan budaya dalam kehidupan sehari-hari.
Meski usahanya masih berskala kecil, Sandi melihat perubahan besar dari apa yang ia mulai dengan tekad dan tanah liat.
“Minimal, usaha kami sudah membuka jalan agar seni gerabah lebih dihargai,” ujarnya dengan senyum bangga.
Potstory Studio bukan sekadar tempat membuat gerabah—ia adalah gerakan kecil untuk menjaga jiwa budaya Nusantara.
Dan di balik gerakan itu, ada seorang seniman bernama Sandi Kristian, yang dengan tangan dan hatinya, terus membentuk masa depan dari segumpal tanah yang bernama Indonesia.

0 Response to "Sandi Kristian dan Potstory Studio: Menyulut Api Seni Gerabah dari Tanah Nusantara"
Posting Komentar