Pemikirannya segar, cerdas dan komunikatif. Ia seorang ekonom yang pandangannya patut didengar para penentu kebijakan ekonomi di negeri ini. Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada yang pernah menjadi Tim Ahli Panitia Ad hoc MPR pada tahun 2001 yang kemudian terpilih menjabat Sekretaris Komisi Konstitusi, ini diasuh dan disekolahkan Sang Ibu dari hasil toko kelontong di kampung Jalar Solo. Perjuangan Sang Ibu, Ny Daswadi, menjadi inspirasi yang mendorong putri sulung ini berprestasi dan menjadi teladan bagi adik-adiknya.
Sri Adiningsih, puteri Solo kelahiran 11 Desember 1960, ini menapaki perjalanan hidupnya dari keluarga yang ditinggal Sang Ayah, Daswadi, pada saat ia masih duduk di kelas 3 SD dan adik bungsunya baru berumur setengah tahun. Ibunya yang sangat 'kuat' memikul beban berat harus berjuang menjadi tulang-punggung keluarga sekaligus mengasuh anak-anak kecil (single parent). Sang Ibu membuka toko kelontong di kampung Jalar Solo.
Sebagai anak sulung, ia pun bertekad harus berbuat yang terbaik mengimbangi perjuangan berat Sang Ibu, sekaligus untuk menjadi teladan bagi adik-adiknya. Ia bertekad tidak akan mengecewakan ibunya. Selain ulet membantu ibunya, ia pun bertekad belajar bersungguh-sungguh. Semasa kecil ia bercita-cita menjadi dokter atau insinyur.
Tetapi proses pengasuhannya dalam bingkai perjuangan ekonomi toko kelontong Sang Ibu, di samping cerita-cerita Sang Kakek yang sangat dekat dengannya, mengubah cita-citanya menjadi seorang yang mendalami dunia ekonomi. Maka setamat SMA ia pun masuk Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Saat kuliah itu ia benar-benar mengisi waktunya dengan belajar. Selain mengikuti kuliah, ia juga seorang aktivis kampus yang juga mengikuti berbagai kursus, terutama Bahasa Inggris dan komputer.
Hampir tidak ada waktunya yang luang. Selalu berangkat pagi pulang malam. Tak terkecuali pada malam Minggu, ia sering harus rapat atau ikut kegiatan lain di kampus. Tak jarang ia harus mengecewakan pacar yang kemudian menjadi suaminya. Kendati pacarnya tak menuntut harus ketemu setiap malam Minggu.
Posisinya sebagai sekretaris senat mahasiswa mengharuskannya mengikuti berbagai aktivitas kemahasiswaan, termasuk camping. Bahkan, gara-gara camping, ia pernah diganjar dosen tak boleh ikut ujian satu mata kuliah. Ia pun harus mengejarnya pada semester berikut.
Kendati ia sibuk sebagai aktivis mahasiswa, ia tetap mampu meraih nilai terbaik dalam setiap mata kuliahnya. Lalu ia pun dipercaya menjadi asisten dosen. Kemudian setelah lulus cumlaude S1 1985 ia langsung diterima sebagai dosen tetap di almamaternya FE UGM. Menjadi dosen adalah profesi pilihannya dengan pertimbangan supaya bisa lebih mudah melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi.
Tak lama kemudian, Adiningsih menikah dengan Kunta Setiaji, seorang dokter alumnus FK UGM, sang pacar yang sering harus bersabar tak bertemu pada setiap malam minggu. Mereka pasangan yang sibuk dengan profesi masing-masing. Namun tetap dapat memelihara kerukunan dan kehangatan hubungan suami-isteri dan satu-satunya puteri semata wayang mereka. Kerukunan dan kehangatn itu terpelihara karena setiap ada kesempatan kumpul di rumah, mereka mengintensifkan momen itu sebagai acara keluarga yang tidak bisa diganggu urusan lain.
Dengan pilihan menjadi dosen dan dukungan Sang Suami, Adiningsih berhasil meraih Master of Science (MSc) dari University of Illinois Amerika pada tahun 1989. Kemudian pada 15 Oktober 1996, di universitas yang sama, ia meraih gelar Doktor bidang ekonomi.
Selepas memperoleh gelar doktor itu, ia menjadi dosen Pascasarjana UGM. Kemudian menjadi Kepala Pusat Studi Ekonomi Asia Pasifik UGM. Namanya pun semakin berkibar dengan pemikiran-pemikirannya yang segar, cerdas dan komunikatif perihal kebijakan ekonomi. Ia menjadi seorang ekonom yang pemikiran-pemikirannya menjadi masukan berharga bagi kebijakan ekonomi makro di negeri ini.
Tak heran bila kemudian ia dipercaya sebagai Adviser/Principal Economist at Exim Securities (1997), anggota tim ahli penyiapan materi GBHN bidang Wanhankamnas tahun 1998, dan anggota pada OMBUDSMAN Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sejak 1999 serta menjadi Tim Ahli Panitia Ad hoc Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001.
Kemudian pada tahun 2002, puteri bangsa yang ingin melihat Indonesia makmur dans ejahtera ini menjadi anggota Tim Kerja dalam rangka Kerjasama Ekonomi Indonesia - Jepang berdasarkan Keppres no. 12 tahun 2002. Lalu sejak Mei 2002 diangkat menjadi Komisaris PT Bank Danamon Indonesia Tbk. Kemudian terpilih menjadi Sekretaris Komisi Konstitusi, sebuah lembaga ad-hoc bentukan MPR, yang bertugas menelaah amandemen UUD 45. Dalam proses pemilihan, ia menyampaikan makalah Perlunya Amandemen UUD 1945 dalam Bidang Ekonomi.
Ia juga telah banyak mempublikasi karya tulis, di antaranya Liberalization of Finacial market In ASEAN Countries, Prisma Magazine No. 5 Tahun XXVI, May June 1997; The Urgency of Bank Restructuring for Indonesian Economy, Presente at Asia Pasific Economics Consultan, Indonesia Februari 1999; Indonesia Towards AEAN Free Trade Area (AFTA) 2002, Journal economics and Development, Pangsa 7/VII/2002; The Economicy in 2002: Tough Challenges, Telstra-Billingual Megazine No. ^9 Januari-Februari 2002; Municipal Bond Development in Indoensia (Team Leader, 2001-May 2002) the reseaceh conduct by faculty of Economics GMU and USAID; Indonesia Economic Recovery and the Roles of banking Sector (Team Leader, Desember 2002-Juni 2003) a Reseach held jontly between Indonesia-japan economic Cooperation Working Team and JICA; dan Enchancing Indonesian Competitiveness through fostering Investment
0 Response to "Sri Adiningsih, Dr. M.Sc. Ekonom, Dari Buah Kelontong Sang Ibu"
Posting Komentar